Sabtu, 25 Agustus 2007

Oh, tante Mun...

Tidak seperti biasanya, sudah tiga hari ini Maemun tidak keluar rumah. Sejak kedatangan kakak iparnya dari Jakarta ia tampak gelisah saja. Setiap hari kerjanya hanya duduk di depan telpon sambil mengutak-atik HP-nya. Sesekali terdengar suaranya.
“di rumah Gua lagi ada tamu”, katanya dengan dialek Betawi.
“Kedatanganku ke sini mau minta tolong sama kamu, Mun. Aku mau menitipkan si Rika anakku, biarlah ia melanjutkan kuliahnya di sini saja. Kamu kan tahu bagaimana pergaulan di ibu kota besar?. Aku dan Uda sangat mencemaskannya.”
“Jangan khawatir Kak, aku akan menjaganya, kebetulan aku tinggal sendirian.”
Malam itu, di hari ke tiga, tante Mun pulang terlambat. Telpon terus berdering-dering. Kakak iparnya yang ditinggal sendiri di rumah begitu mencemaskan Maemunah hingga tak bisa tidur sampai ia kembali lewat tengah malam.
Pagi harinya tante Mun bangun telat, tetapi ia tak melihat lagi kakaknya berada di rumahnya. Sebuah surat diletakkan di sudut meja kecil.
…Mun, aku harus segera kembali ke Jakarta. Akan kupikirkan lagi niatku itu. Oya, ada pesan dari Om Dodi dan Om Herry; temui mereka nanti malam katanya…
“Astaga!, apa mungkin ia mengetahui pekerjaanku sebenarnya”.
Tante Mun, yang sudah tak asing lagi bagi polisi pamong praja dan sering keluar masuk tempat rehabilitasi itu, terlihat lemas.

Tidak ada komentar: